Perlahan aku mulai merasa, mulutku mengeluarkan bau yang kurang sedap. Telur busuk, kira-kira seperti itulah. Perlahan, angin dingin mulai merangkak naik, berjejal penuh riak memenuhi setiap rongga perutku ini. Sehingga perut kecil ini, terlihat buncit. Aku hamil! Oh tentu tidak, karena aku lelaki. Kuayunkan dua jemariku ke arah perut buncitku, terdengar bunyi lucu bagai kendang yang jarang dibunyikan. Merasa tak percaya dengan apa yang aku dengar, kuulangi sekali lagi. Hasilnya sama, masih terdengar suara yang aneh dalam perutku.
Bibir ini meringis menahan perih yang tiada tara, perlahan kedua kakiku tak kuat lagi menyanggah perutku yang semakin membuncit. Aku pun terduduk pasrah. Ketika suasana sudah sangat mencekam, ada keanehan yang baru muncul dari perutku. Ada dorongan yang besar dari arah perutku, terus merangsek kebawah, mendesak setiap lapisan pori-poriku. Aku kencangkan lagi pegangan tanganku, aku memejamkan mata tak kuasa menahan apa yang aku rasakan. Sesuatu yang mendesak itu semakin kuat, kuat dan akhirnya tembus juga. Kaget bercampur girang, ternyata sesuatu yang mendesak adalah sesuatu yang mahal harganya…! Tiba-tiba DUUUT!!! Suara itu berbunyi berbarengan dengan rasa yang menakutkan itu. Benar-benar dahsyat… Keringat dingin mulai menjalar di setiap pori-poriku, bermunculan bagai rerumputan liar yang baru tumbuh.
Pandangan mataku tiba-tiba nanar, ada beribu binatang aneh muncul berterbangan di atas mataku, menari-menari bak pemain balet. Benar-benar menyiksaku,,!! Tiba-tiba penciumanku mendadak menjadi sangat tajam mengalahkan tajamnya penciuman macan hyena yang kabarnya penciumannya paling kuat di dunia perhewanan. Aku mencium bau sesuatu, sesuatu yang aku sangat kenal tapi mendadak aku lupa dari mana bau itu bersumber. Lubang hidungku mengendus perlahan mencoba mendeteksi setiap bebauan yang merebak disekitarku. Udara yang berhembus pelan rupanya sangat membantuku melakukan “investigasi” mendadak ini.Setelah beberapa menit aku kerahkan segala daya penciumanku, sampai bulu hidung ini bergoyang kencang seperti umbul-umbul yang terkena angin.
Aku benar-benar penasaran dengan bau tersebut, seumur-umur rasanya baru kali ini aku mencium bau seaneh ini. Tapi yang tak bisa aku mengerti, kenapa hati kecil ini (terpaksa tidak pakai kata hati nurani, takut dikira pendukung partai HANURA) berkata., “Aku kenal dengan bau ini!”. Dan aku tak merasa asing dengan bau ini. Hanya saja waktu ini bau tersebut terasa sangat aneh. Disaat aku disibukkan dengan perenungan panjangku tentang asal muasul bau itu, tiba-tiba dari arah perutku muncul angin kencang yang bergemuruh yang berduyun-duyun merangsek kearah saluran pembuanganku (maaf: dubur). Aku bertambah ketakutan, apa ini! Teriakku…dengan sekuat tenaga aku mencoba menahan desakan angin itu. Kedua tanganku kugunakan untuk menutupi pantatku, berharap agar sesuatu itu tidak keluar. Tapi apa yang terjadi,, mataku terbelalak, bibirku menganga lebar bagai gua tak berpenghuni, gemuruh angin itu tak terbendung lagi dan pertahananku pun jebol.
Dan hasilnya, bunyi itu terdengar lagi. Bahkan kali ini dengan amunisi yang lebih komplit dan berat. Dan tentunya dengan suara yang lebih mengelegar bagai dentuman granat di zaman perang Jepang. Semerbak bau itu pun kembali tercium dengan cepat, kali ini nalar investigasiku tidak butuh waktu lama untuk mengetahui dari mana bau tersebut berasal. Sehingga aku mampu mengambil konklusi jika bau tadi berasal dari suara yang keras tadi. Dan ternyata memang ledakan di tubuhku ini lebih dahsyat dari sebelumnya, bau yang ditimbulkan melebihi bau busuk di dunia! Bahkan bom fosfor yang Israel luncurkan untuk rakyat Palestina pun aku jamin kalah. Saking baunya, sejenak aku dibuat seolah berada di dunia maya, aku di buat mabuk kepayang. Setelah sadar, dengan buru-buru aku segera memuntahkannya lewat beberapa ludah yang aku lontarkan. Aku terduduk dengan lunglainya, bagai lelaki yang di tolak cintanya oleh gadis pujaannya. Hatiku merajuk pelan, ”Ah, malang benar nasibku…” Di saat kondisiku mulai berada dalam tahap emergency dengan penderitaanku yang bertubi-tubi ini. Tiba-tiba sayup-sayup terdengar suara adzan dari surau seberang. Lantunan adzannya merdu memecahkan kesunyian senja di sore ini. Mengingatkanku kepada seorang kawanku di surau kecil di sudut desa itu. Aku tersenyum bahagia, ketika mendengar bait-demi bait adzan membahana menembus pori-pori langit sehingga ada kedamaian yang membelai jiwa kasar ini.
Mendadak mata ini berbinar cerah, ”Ah telah maghrib rupanya!” gumamku.” Alhamdulillah… .akhirnya aku mampu berpuasa”. Dengan semangat baru aku segera bergegas bangkit menuju sebuah kedai yang rupanya sudah mulai ramai dikunjungi oleh orang-orang. Aku berjalan cepat bagai pejuang tahun 1945, bahkan aku jamin jika mereka masih hidup. Mereka akan bangga dengan semangatku ini. (arif)