Banyumas Pesantren-Tafsir al-Qurthubi: Tafsir Hukum Terbaik Dari Abad Pertengahan
Kitab Tafsir Al-Qurthubi diyakini sebagian besar ulama sebagai salah satu kitab tafsir terbaik dalam menguraikan kandungan hukum Al-Quran.
Sebagaimana kitab-kitab hadits yang masing-masing mempunyai corak dan keunggulan dari segi pemaparan, beberapa kitab tafsir Al-Quran pun mempunyai ciri, corak dan keunggulan yang berbeda. Setelah sebelumnya kita menampilkan karya-karya tafsir yang menonjol dari sisi metodologi dan periodisasi, kali ini kita akan mengapresiasi kitab tafsir yang dianggap memiliki keunggulan dari sisi pengungkapan kandungan hukum ayat-ayatnya.
Tafsir ini memiliki judul asli Al-Jâmi’Li Ahkâm al-Qur`ân. Namun karena disusun oleh Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Farh Al-Anshâri Al-Khazraji Al-Andalusi Al-Qurthubi, belakangan kitab tafsir ini lebih populer dengan sebutan Tafsir Al-Qurthubi atau Tafsir Qurthubi saja.
Sesuai judulnya, di kitab tersebut Imam Qurthubi menafsirkan semua ayat-ayat Al Qur’an. Namun berbeda dengan kitab-kitab tafsir lain, secara khusus sang imam menitikberatkan penjabarannya pada ayat-ayat yang mengandung hukum atau Ayatul Ahkam. Setiap membicarakan suatu ayat hukum, sang imam selalu mengulas juga berbagai pendapat ulama berbagai madzhab yang berkaitan dengan perosalan tersebut. Dan uniknya, meski ia sendiri pengikut madzhab Maliki, dalam mengupas suatu permasalahan Imam Qurthubi menyertakan dalil dan pendapat semua madzhab secara adil.
Penjabarannya yang sangat mendalam tersebut sekaligus mengisyaratkan keluasan ilmu sang Imam dalam ilmu fiqih. Bahkan bisa dibilang, Tafsir Al-Qurthubi merupakan salah satu yang terbaik dalam menafsirkan ayat-ayat hukum di dalam Al-Qur’an dan karena itu pula ia menjadi kitab tafsir yang cukup langka padanannya.
Dalam menafsirkan ayat, Imam Qurthubi menggunakan alur yang sangat sistematis yang dimulai dari menuliskan ayat yang akan ditafsirkan. Setelah itu memberikan komentar atau penjelasan, termasuk asbabun nuzul atau sebab-sebab turunnya ayat. Dilanjutkan dengan penjelasan kosa kata yang rumit, ulasan tentang perbedaan bacaan dan kedudukan tata bahasanya, mencantumkan hadits yang mengulas masalah tersebut lengkap dengan sanad dan ulasan kualitasnya, serta menukil dan mengomentari perkataan para imam dan ulama fuqaha, serta pendapat ulama salaf lain dan pengikutnya.
Terakhir ia juga mencantumkan nomor urut setiap masalah hukum yang terdapat dalam suatu ayat. Karena itulah, jika dibanding tafsir-tafsir lain, Tafsir Qurthubi ini dikenal sangat padat dengan kajian hukum dan enak dibaca.
Selain dilengkapi dengan pendapat ahli fiqih, argumentasi penafsiran Imam Qurthubi juga banyak dikuatkan dengan syair arab dan pendapat para ahli tafsir sebelumnya seperti Ibnu Jarir, Ibnu Athiya, Ibnu Arabi, Ilya Al-Harasi, dan Al-Jasshash, yang ditambah dengan komentarnya sendiri.
Dalam kitab tersebut, Al-Qurthubi juga banyak mengesampingkan kisah-kisah para ahli sejarah dan periwayatan Israiliyat, kecuali yang benar-benar dianggapnya sangat penting untuk menjelaskan suatu hukum. Dalam muqaddimah Tafsir Qurthubi, sang imam menegaskan, “Dan saya mengesampingkan banyak sekali kisah-kisah dan berita-berita yang ditulis oleh sejarawan, kecuali hal yang memang saya anggap perlu.”
Kopiah Bersahaja
Meski sangat luas dan mendalam, ketika diminta komentar tentang spesifikasi kitab tafsirnya tersebut, dengan rendah hati sang Imam menyatakan, “Ia merupakan catatan ringkas yang berisi beberapa poin; tafsir, aspek ketatabahasaan, Qirâ`ât (dialek pembacaan), bantahan terhadap aliran yang menyimpang dan sesat dan hadits-hadits yang banyak sekali sebagai penegas terhadap hukum-hukum dan nuzul Ayat-ayat yang kami sebutkan, mengoleksi makna-maknanya dan menjelaskan ungkapan-ungkapan yang rumit dengan mengetengahkan ucapan-ucapan para ulama salaf, demikian juga ulama khalaf yang mengikuti mereka.”
Namun sayang tak seperti buku-buku karyanya, referensi dan informasi tentang kehidupan dan masa belajar Imam Qurthubi terbilang sangat langka. Perihal kelahiran sang imam, misalnya, hanya diketahui bahwa Al-Qurthubi lahir di Spanyol pada awal abad ketujuh hijriah.
Al-Qurthubi dikenal sebagai seorang ulama besar yang shalih, wara’ dan zahid. Untuk menggambarkan kezuhudannya para sejarawan sering melukiskan, ia sering meninggalkan kesenangan dan kemewahan duniawi. Ketika berjalan, misalnya, ia lebih suka hanya mengenakan selembar kain dan kopiah bersahaja.
Sejerah juga tak banyak menyebutkan nama guru-guru Imam Muhammad Al-Qurthubi. Di antara gurunya yang paling terkenal adalah Abul Abbas bin Umar Al-Qurthubi (578 – 656 H), seorang ahli fiqih dan Abu Ali Al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad Al-Bakri, ulama ahli hadits.
Selain sebagai seorang faqih (ahli fiqih) dari madzhab Maliki, Muhammad Al-Qurthubi juga dikenal sebagai mufassir handal dan ahli ilmu tasawuf. Uniknya, meski ia bermadzhab Maliki, namun tak jarang Al-Qurthubi justru berbeda pendapat dengan Imam Malik.
Misalnya dalam masalah kedudukan anak kecil yang qari (fasih membaca Al-Quran) yang menjadi imam bagi orang dewasa yang kurang fasih. Imam Malik, Imam Sufyan Ats-Tsauri dan beberapa ulama lain berpendapat tidak boleh. Namun sebaliknya, Al-Qurthubi justru membolehkannya dengan dasar hadits Bukhari tentang Amr bin Salamah yang ditunjuk menjadi imam ketika masih berusia enam tahun.
Ia juga berpendapat bahwa seseorang yang tengah menempuh perjalanan maksiat seperti akan merampok atau berzina, jika memang kemudian menemui keadaan darurat, diperbolehkan mengambil rukhsah (keringanan syariat) seperti shalat jama’ dan qashar atau membatalkan puasa Ramadhan. Ini berbeda dengan fatwa Imam Malik yang mengharamkannya. Dan masih banyak lagi hal-hal lain yang menunjukkan kualitas keilmuan Imam Qurthubi yang berada pada level mujtahid.
Meski sering berbeda pendapat dengan ulama lain dalam madzhab Maliki, dengan keluhuruan budinya Imam Qurthubi tidak pernah mencela orang yang tidak sependapat dengannya. Sebaliknya, dengan tegas ia menunjukkan ketidak sukaannya kepada orang yang senang menghujat orang lain yang berbeda pendapat dengannya.
Sepanjang hidupnya, Imam Qurthubi meninggalkan banyak karya ilmiah keislaman yang berbobot. Selain kitab tafsir Al-Jâmi’Li Ahkâm Al-Qur`ân atau Tafsir Al-Qurthubi, Imam Muhammad Al-Qurthubi juga menulis Syarh At-Taqsa (Penjelasan yang Mendalam), Al-Asna fi Syarhi Asma-il Husna (Uraian Luas Mengenai Asmaul Husna), At-Tadzkirah Fi Umuril Akhirah (Peringatan tentang Seputar Hari Kiamat), Qam’ul Hirts Biz Zuhdi Wal Qana’ah Wa Radduzh Zhill bil Kutub wasy Syafa’ah (Memerangi Ketamakan Dengan Zuhud Dan Qana’ah, dan Menjawab Pertanyaan Yang Buruk dengan Al-Quran dan Syafaat) dan Urjuza, kitab yang menghimpun nama-nama Nabi Muhammad SAW.
Dari daftar karyanya tampak jelas bahwa Imam Qurthubi lebih banyak mengupas persoalan akhlaq dan tasawuf. Meski demikian, entah mengapa, ia jarang disebut dalam jajaran ulama sufi.
Imam Qurthubi juga jarang disebut dalam jajaran ulama mutakallimin (ahli ilmu kalam), meski dalam karya-karyanya ia cenderung membela aliran Asy’ariyyah. Dalam buku Al-Asnâ Fî Syarh Asmâ` al-Husnâ, misalnya, ia banyak menukil pendapat para imam Asy’ariyyah seperti Al-Juwaini, Al-Baqillani, Ar-Razi, Ibn ‘Athiyyah dan sebagainya.
Demikianlah, setelah menebar kebajikan dan memancarkan cahaya ilmu, Imam Muhammad Al-Qurthubi wafat dan dimakamkan di Mun-yat Abil Khusayb, Mesir pada 9 Syawwal 671 H/1272M.
Ahmad Iftah Sidik, Santri Asal Tangerang