Pesantren Purwokerto-Yatim Yang Sukses
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,” (QS Al-Ankabut: 69).
Dunia ini digerakkan oleh sedikit orang yang berbakat kuat dan berkepribadian terpuji. Sebagian dari mereka mengawali hidup di dunia ini sebagai anak-anak yatim. Imam Jalaluddin As-Suyuthi adalah contohnya. Beliau lahir di Kairo, 1445 dan wafat juga di Kairo, 1505.
Ibunya perempuan sederhana asal Turki. Umur enam tahun, Suyuthi kecil dibawa ke pamannya, Syihab bin Thabakh. Paman yang sabar ini tekun mendampingi Suyuthi belajar kepada beberapa guru. Ketika usianya menginjak delapan tahun, Suyuthi telah hafal seluruh isi Alquran. Tidak hanya Alquran, ia juga hafal sejumlah kitab fikih, di antaranya Al-‘Umdah, Minhaj Al-Fiqh wa al-Ushul, dan Alfiyah Ibn Malik. Ad-Dawudi menyebutkan karya tulis Imam Suyuthi lebih dari 500 buah (Shameela eBook).
Bagaimana seseorang tanpa bimbingan seorang ayah dapat mencapai sukses seperti itu? Jawabannya adalah kepedulian orang-orang di sekitar dan kesungguhan si yatim. Menggugah kepedulian ini, Rasulullah SAW bersabda, ”Saya dan perawat anak yatim berada di surga ‘begini’ dan beliau bersabda begitu sambil melekatkan jari penunjuk dan jari tengah,” (HR Tirmidzi, Ahmad, Bukhari dan Ibnu Hibban).
Kesungguhan bagai banjir. Di dalamnya terdapat energi yang sangat besar. Banjir adalah air yang terhimpun luar biasa besar volumenya, kemudian tumpah dan bergerak bergulung-gulung sehingga mampu memindahkan batu-batu sebesar rumah dari tempat jauhnya sampai ke belakang rumah kita.
Bagaimanakah mempertemukan kepedulian dari luar dan kesungguhan dari dalam? Untuk menjawab ini kita bisa belajar dari yatim sukses yang lain.
Dia adalah Imam Bukhari, lahir 575 tahun sebelum kelahiran Imam Suyuthi. Imam hadis terkemuka dan cucu murid Imam Syafi’i ini juga seorang yatim. Cita-citanyalah yang mampu mempertemukan kepedulian dari luar dan kesungguhan dari dalam.
Dia lahir di Bukhara, kawasan Tajikistan, yang sempat dimasukkan ke dalam Uni Soviet selama lebih 70 tahun. Cita-citanya kuat. Bukhari kecil hendak menjadi pemuka ilmu dunia Islam. Perjalanan jauh ditempuh dari kampung kelahirannya ke “ibukota-ibukota keilmuan” sejak Balukhistan, Naisapur, Baghdad, Basrah, Kufah, Mekah, Madinah dan Damaskus. Kita bisa melihat peta. Jarak ribuan kilometer itu hanya berhasil ditempuh oleh manusia bertekad baja karena cita-cita yang membara.
Masa hidupnya yang “hanya” 50 tahun (194-256 H) bagai masa emas keseluruhannya karena karya-karyanya, termasuk Shahih Bukhari, dipedomani semua ulama suni hingga kini. Sebanyak 19 muridnya berhasil menjadi ulama besar di negara masing-masing. Dari Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam kitab beliau Fath Al-Bari, kita dapat memperoleh keterangan lebih rinci lagi.
Di setiap masa sulit jumlah anak yatim bertambah banyak. Semoga lahir para penerus Imam Suyuthi dan Imam Bukhari dari kepedulian kita. – Oleh : HM Dian Nafi’ Pengasuh Ponpes Al Muayyad Windan, Makamhaji, Kartasura
Biar menjadi motivator bagi yg bukan yatim dan untuk mengingatkan yatim-yatim masa kini bahwa kehilangan orang tua bukan akhir dari segalanya.