Tiap Tahun Cetak Hafidz Baru– Suatu hari di Bulan Oktober 2004, kompleks Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah berubah menjadi lautan manusia. Saat itu digelar acara khataman Al Quran bagi para santri. Dalam ajang tahunan ini diwisuda sebanyak 28 orang santri yang khatam Alquran sesuai tingkatan masing-masing. Menjadi menarik, karena mereka unjuk keboleh dalam acara itu. Masyarakat, tak hanya keluarga alumni, hadir untuk menyaksikan mereka.

Siti Mahfudoh, seorang santri, menjadi bintang acara. Dia adalah satu-satunya lulusan yang khatam Al Quran bil ghoib atau hafal 30 juz di luar kepala. Selebihnya, delapan santri khatam binnadzar dan 19 orang santri khatam surat-surat pendek (juz’amma). Acara khataman diawali dengan semakan Alquran oleh para alumni dan santri program tahfidz. Puncak acara diisi pengajian umum oleh KH Chasbullah dari Pondok Pesantren Kesugihan Cilacap.

Semenjak berdiri, tepatnya 12 Desember 1992, hingga sekarang pondok pesantren asuhan KH Muhammad Thoha Alawy ini telah meluluskan sebanyak 36 santri penghafal Alquran, yakni 12 putra dan 24 putri. “Alhamdulillah, hampir setiap tahun ada satu dua orang santri yang khatam Al Quran bil-ghoib 30 juz,” ujar Kiai Thoha.

Sebetulnya, jumlah santri program tahfidz itu sendiri tidak terlalu banyak. “Kurang lebih 20-an orang yang secara khusus mengikuti program itu. Biasanya mereka mengkhatamkan Al Quran dalam waktu 4 hingga 5 tahun,” tuturnya lagi.

Pada awal berdirinya, Ath-Thohiriyyah tidak dirancang secara khusus sebagai pesantren tahfidz. Namun pada perjalannya, satu-dua orang santri berdatangan dari berbagai daerah dengan tujuan untuk menghafal Alquran. Atas permintaan tersebut, dibukalah program tahfidz di Pesantren Ath-Thohiriyyah. Meski demikian, program-program yang sudah ada seperti madrasah diniyyah (Kurikulum Pesantren) dan ta’limul kutub (kajian kitab kuning) tetap dipertahankan.

Aktivitas Harian Santri
Aktivitas harian untuk para santri terbilang padat. Setiap ba’da Shubuh dan ba’da Maghrib santri wajib mengaji Al Quran sesuai tingkatkannya, ba’da Ashar mengkaji Kitab Tafsir Jalalain, ba’da Isya belajar di Madrasah Diniyyah.

Secara umum, kegiatan di pesantren ini dapat dikelompokkan antara santri program tahfidz dan non-tahfidz. Perbedaannya, santri tafhidz diberi kebebasan untuk tidak mengikuti kegiatan di Madrasah Diniyyah. Dengan demikian, mereka dapat melakukan tadarus Al Quran secara lebih intensif.

Meskipun aktivitas yang ada sedemikian padat, namun biaya pendidikan di pesantren ini relatif murah. Biaya pendaftaran, termasuk dana pengembangan pesantren sebesar Rp 150 ribu. “Dana pembangunan ini hanya ditarik satu kali,” tutur Ustadz Yusuf Hasyim pengurus pesantren. Administrasi bulanan santri sebesar 45 ribu per bulan, sudah termasuk madrasah diniyyah.

Sebagaimana dituturkan oleh para santri, tinggal di pesantren Ath-Thohiriyyah memiliki banyak keuntungan. Pasalnya, di siang hari mereka dapat belajar di lembaga pendidikan formal. Sedangkan pada sore hingga malam hari mereka dapat belajar ilmu-ilmu keagamaan.

Selain nyantri di pesantren, sebagian besar santri belajar di SMU/SMK atau kuliah di berbagai perguruan tinggi di kota Purwokerto seperti Universitas Jenderal Soedirman, Univesitas Wijaya Kusuma, dan STAIN. “Saya sendiri pagi hari kuliah di Fakultas Teknik Unwiku Purwokerto. Saya memilih tinggal di pesantren agar dapat belajar nahwu-sharaf, fikih, serta mengaji Alquran,” ujar Muhafid Soleh, seorang santri.

Aktivis pesantren Ath-Thohiriyyah tidak hanya terbatas bagi internal santri. Sejumlah program sebagai bentuk kontribusi dan pengabdian pada masyarakat tak luput dari perhatian santri. Pada tahun 1997, misalnya, diselenggarakan dan pemuda di sekitar pesantren. Pelatihan yang diikuti 16 orang tersebut terlaksana atas kerja sama Pesantren Ath-Thohiriyyah dengan Pelatihan Las Karbit bagi para santri Balai Latihan Kerja (BLK) Cilacap. Dari pelatihan itu, para santri bisa membuat berbagai peralatan rumah tangga, seperti rak piring, rak sepatu, jemuran, tralis dan lain-lain.

Di masa datang direncanakan akan dikembangkan keterampilan sablon dan ukir kayu. “Kebetulan di sini ada beberapa santri yang punya keterampilan tersebut,” ujar Kiai Thoha saat diminta komentarnya berkaitan dengan rencana pengembangan keterampilan bagi para santri.

Para santrinya juga terkenal kreatif. Pada tahun 2001 mereka menyelenggarakan Apresiasi Seni dalam bentuk Festival Hadroh se-eks Karesidenan Banyumas. Kemudian tahun 2003 mereka mengadakan Festival Anak Shaleh (FAS) se-eks Karesidenan Banyumas. Untuk memenuhi kebutuhan santri, Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah terus membenahi sarana prasarana yang ada. Asrama santri putra berlantai dua, kini baru selesai pembangunan lantai pertama.

Secara geografis pesantren ini mudah dijangkau dengan kendaraan umum, karena letaknya sekitar 4 kilometer dari Kota Purwokerto. Tepatnya di desa Karangsalam Kidul, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas (Jawa Tengah).
(kiriman Akhmad Saefudin, pembaca Republika di Purwokerto). akhmad saefudin/dokrep/Nopember 2004
Sumber: Republika

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *