MTQ dan Syiar Qur’ani

Ibarat sebuah umur anak manusia, gerakan syiar Alquran di Indonesia modern melalui penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), kini telah memasuki masa-masa kedewasaan diri. Sejak pertama digulirkan pada 1968, MTQ kini telah memasuki usia 42 tahun. Yakni, sebuah usia yang menjadi penanda tingkat kematangan diri.

Sebagaimana slogan yang umum dipahami banyak orang, life begins at fourty (kehidupan sebenarnya dimulai pada usia 40 tahun). Pelaksanaan MTQ Nasional ke-23 di Bengkulu (5-12 Juni 2010), menjadi sangat penting untuk menjadi momen bagi ekspresi tingkat kedewasaan syiar Alquran. Dan, tentu saja bahwa momen kematangan diri syiar Alquran ini menuntut dilakukannya refleksi untuk proses syiar Alquran ke depan.

Untuk tidak mengatakan sukses besar, tetapi sebagai sebuah prestasi, gerakan syiar Islam melalui MTQ adalah bergeraknya tren ke atas sebagai kepercayaan diri masyarakat Muslim terhadap kebutuhan untuk memahami Alquran. Standar paling minimal adalah kecenderungan untuk merasa malu jika dalam perkembangan saat ini ada di antara mereka yang masih tidak bisa membaca Alquran.

Artinya, ada fenomena pengembangan tingkat kesalehan individu masyarakat melalui peningkatan indeks literasi terhadap Alquran. Dengan kata lain, kesalehan mulai diderek dengan kemampuan untuk bisa mengakses untaian kalam ilahi dalam Alquran yang tertulis dalam bahasa Arab. Dalam kerangka ini, MTQ telah menderek munculnya gairah, tidak saja dari sisi masyarakat untuk mengakrabi Alquran, tetapi juga upaya-upaya sistemis di kalangan ilmuwan Muslim untuk memfasilitasi tingginya gairah publik dimaksud.

Bahkan, Pemerintah Indonesia sendiri pun turut terlibat dalam memfasilitasi tingginya gairah masyarakat untuk mengakrabi Alquran. Buktinya, pemerintah melalui Departemen (kini Kementerian) Agama telah mendirikan percetakan Alquran. Pada 15 November 2008, Menteri Agama saat itu meresmikan pendirian percetakan Alquran di Ciawi, Bogor, Jawa Barat, di hamparan tanah seluas 1.530 meter persegi dengan dana sebesar Rp 30 miliar.

Respons positif pemerintah terhadap tingginya gairah masyarakat untuk mengakrabi Alquran tersebut di atas juga tidak lepas dari perhatian yang besar di kalangan ilmuwan studi Alquran untuk berijtihad dalam kerangka mempermudah upaya masyarakat untuk lebih akarab dengan Alquran. Berbagai upaya penemuan metode mempercepat proses belajar Alquran, mulai dari sekadar membaca hingga menghafal, pun dilakukan.

Dari sisi teknik pengembangan keterampilan membaca Alquran, sebagai misal, lahir beberapa metode khas Muslim Indonesia. Sudah lama menjadi catatan sejarah bahwa salah satu metode tertua dalam meningkatkan penguasaan keterampilan membaca Alquran adalah metode Baghdadi yang ditemukan Abu Mansur Hafzul Fikkir di Bagdad, Irak, pada 998.

Kemudian, di Indonesia metode ini diperbarui dan dikembangkan pada 1963 oleh KH Dachlan Salim Zarkasyi, ulama dari Semarang, melalui penciptaan metode tartil pada 1989. Diciptakan pula metode iqra’ oleh ulama dari Kotagede, Yogyakarta, KH As’ad Humam. Dikemas ke dalam enam jilid buku, metode baca cepat Alquran ini sangat populer hingga pernah dipakai di hampir seluruh taman kanak-kanak Alquran seluruh Indonesia.

Selain itu, ternyata ijtihad untuk mempermudah masyarakat untuk mengakrabi Alquran, tidak saja bermuara pada penemuan tata cara baca cepat dan praktis Alquran, tetapi juga penciptaan metode praktis dan cepat memahami nilai-nilai Islam yang dikembangkan melalui untaian kalam ilahi yangtertulis dalam Alquran serta pesan-pesan Islami yang dikembangkan melalui kitab-kitab berbahasa Arab. Dua metode patut dikutip di sini.

Yakni, metode Granada yang diciptakan oleh Solihin Bunyamin Ahmad dan metode Amtsilati karya Taufiqul Hakim. Melalui kedua metode ini, masyarakat saat ini semakin dipermudah untuk bisa memperdalam pemahaman mereka terhadap nilai-nilai Islam dalam Alquran dan kitab-kitab berbahasa Arab. Harus diakui, upaya-upaya ijtihad pemerintah dan berbagai ilmuwan studi Alquran tersebut di atas tidak bisa dipisahkan untuk beberapa derajat dari gebyar syiar Islam melalui MTQ Nasional.

Dengan kata lain, gebyar syiar Islam melalui penyelenggaraan MTQ Nasional menjadi kristalisasi atas berbagai upaya untuk mendekatkan masyarakat pada ajaran Alquran. Internet untuk Alquran, jika pemerintah saat ini menggalakkan program pendidikan usia dini (PAUD), di internal masyarakat Muslim Indonesia sendiri sebetulnya telah lama muncul konkretisasi atas kesadaran terhadap pentingnya pendidikan usia dini dimaksud.

Konkretisasi tersebut mewujud dalam bentuk penyelenggaraan taman pendidikan Alquran untuk anak-anak dengan berbagai versinya, mulai dari TPA, TPQ, hingga pendidikan diniyah. MTQ Nasional menjadi kanalisasi dari munculnya greget penyelengaraan pendidikan Alquran untuk anak-anak dengan berbagai variasinya di atas. Ia telah menjadi penyedia lahan subur bagi tumbuhnya gairah generasi muda Muslim Indonesia untuk lebih meningkatkan keterampilan baca Alquran dan memperdalam pengetahuan atas ajaran yang dikandung di dalamnya.

Namun, terlepas dari berbagai cerita sukses dari gebyar syiar nilai-nilai Alquran melalui MTQ Nasional di atas, perlu dipikirkan upaya untuk semakin meningkatkan fasilitasi terhadap pengembangan kemampuan baca Alquran dan pendalaman pemahaman atas ajaran-ajaran yang dikandungnya seiring dengan pesatnya perkembangan dunia teknologi informasi. Isu sentralnya adalah perlunya dikembangkan konsep internet untukAlquran.

Yakni, bagaimana perkembangan produk teknologi informasi berupa internet bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk pengembangan kemampuan baca Alquran dan pendalaman pemahaman atas ajaran-ajaran yang dikandungnya. Pesatnya perkembangan teknologi informasi merupakan sebuah fakta sejarah yang tidak bisa ditolak oleh masyarakat Muslim. Alih-alih, justru harus dimaksimalkan upaya ijtihad untuk memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dimaksud untuk kepentingan syiar Islam melalui pengembangan kemampuan baca Alquran dan pendalaman pemahaman atas ajaran-ajaran yang dikandungnya.

Dengan begitu, perkembangan teknologi informasi akan bermanfaat bagi masyarakat Muslim dan bukan justeru membahayakan kehidupan mereka. Pengembangan konsep internet untuk Alquran tersebut di atas, di antaranya bisa diwujudkan melalui penciptaan program dan software pembelajaran Alquran berbasis komputer dan atau online yang bisa diakses oleh sebanyak mungkin anggota masyarakat.

Kepentingan dari penciptaan program dan software pembelajaran Alquran ini sangat praktis, namun berpengaruh besar, yakni di antaranya untuk pengembangan kemampuan baca Alquran dan pendalaman pemahaman atas ajaran-ajaran yang dikandungnya.
Akh Muzakki
(Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya)
Sumber: http://koran.republika.co.id/koran/24/112745/MTQ_dan_Syiar_Qur_ani

 

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *