Nadwah Ilmiyah Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah; Ulama, Opini Publik,

dan Ortodoksi Baru Studi atas Imam Syafi’i dan Imam Asy’ari

 

 

Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah baru saja menggelar Nadwah Ilmiah yang bertemakan “Ulama : Opini Publik, dan Ortodoksi Baru Studi atas Imam Syafi’i dan Imam Asy’ari” di Aula baru pada hari Selasa malam (27/12/2022).

 

Nadwah Ilmiah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Seminar ini diikuti oleh 350 peserta, terdiri dari seluruh santri putra dan putri, dewan asatidz, dewan pertimbangan, dan tamu undangan.

 

Nadwah Ilmiah ini merupakan bagian dari rangkaian acara Harlah Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah yang ke-30 tahun. Menurut Gus Ofi selaku salah satu dewan pertimbangan menyampaikan bahwa adanya Nadwah Ilmiah ini bertujuan untuk menambah wawasan keilmuan santri terhadap khazanah ilmiah dalam dunia Islam terkini.

“Pembicara merupakan dosen pascasarjana berlatarbelakang santri yang kebetulan sedang melakukan rihlah ilmiah di Purwokerto”, tambah Gus Ofi.

 

Untuk diketahui, moderator pada seminar kali ini ialah Ustadz Sulaiman. Beliau merupakan salah satu alumni dan pengajar di Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikan gelar doktornya (S3) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

 

Sebagai pengantar, Ustadz Sulaiman menyampaikan bahwa ortodoksi merupakan sesuatu yang dianggap mapan atau dianggap benar oleh agama.

“Ortodoksi dibangun melewati proses panjang dan perdebatan diskursus yang dilakukan oleh para ulama, begitu pula mengenai akidah dan filsafat Imam Asy’ari yang menurut Imam Aljabiri sebagai pembangun peradaban Arab”, ucap ustadz Sulaiman pada saat mengantarkan diskusi.

 

Selanjutnya pada kesempatan tersebut, Prof. Mohammad Yunus Masrukhin, Lc., M.A., Ph.D selaku pemateri menjelaskan mengenai opini publik dikalangan ulama pada masa Bani Abasiyyah. Dosen pascasarjana yang mengajar di UIN Sunan Kalijaga tersebut, menjelaskan bahwa Mu’tazilah sebagai aliran sangat rasional yang di anut oleh kalangan para penguasa istana pada masa itu mengatakan bahwa “Al-Qur’an itu makhluk” . Berbeda dengan Ibnu Hanbal yang dalam ‘’Mihnah’nya mengatakan bahwa Al-Quran bukanlah makhluk, Al-Quran adalah kalamulloh yang diturunkan melalui malaikat Jibril as sebagai petunjuk jalan manusia dalam menjalani kehidupan. Dari Opini Publik inilah yang kemudian menjadi tantangan para ulama untuk merumuskan ortodoksi baru dan menghapus ortodoksi lama di ruang publik.

 

Abu Hasan Al-Asy’ari selaku pencetus Ilmu Kalam yang notabenenya haram untuk di perbincangkan di publik pada masa itu mengalami perjalanan yang penuh tantangan untuk diterima hingga masa kini.

“Imam Asy’ari berhasil menyesuaikan perkembangan keilmuan pada masanya dan mampu melawan tantangan zaman pada masanya pula.”-jawab Prof. Yunus kepada salah satu santri yang bertanya mengenai alasan ilmu kalam bisa sampai pada zaman sekarang.

 

 

Penulis : Bilkis Mutiara Tsani

Editor : Khodijatul Ifroh

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *