Banyumas Pesantren-Madzhab Ats-Tsauri:Madzhab Fiqihnya Sang Khalifah Ilmu Hadits

Madzhab ini diikuti oleh para sufi terkemuka seperti Imam Junaid Al-Baghdadi, tetapi kemudian lenyap karena pengikut generasi berikutnya tak ada yang menjadi orang terkenal.

Melanjutkan ulasan tentang madzhab-madzhab yang hilang, edisi kali ini akan mengisahkan satu lagi madzhab besar yang pernah selama dua ratusan tahun menghiasi panggung peradaban umat Islam. Madzhab ini didirikan oleh seorang ulama yang dijuluk amirul mukminin fil hadits (pemimpin kaum beriman atau khalifah dalam bidang ilmu hadits) oleh para muhaddits pada zamannya. Ia juga dikenal sebagai salah satu tokoh utama kaum sufi dan thariqah.

Hebatnya, sang imam ini juga disebut mempunyai kedalaman ilmu yang melebihi Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Madzhab ini adalah Madzhab Ats-Tsauri yang didirikan oleh Imam Abu Abdillah Sufyan bin Sa’id bin Masruq bin Habib bin Rafi’ yang lebih akrab disebut Imam Sufyan Ats-Tsauri saja. Nasab Imam Sufyan bertemu dengan nasab Baginda Nabi SAW pada Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Ayahnya, Sa’id bin Masruq, adalah salah seorang guru utama Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Sang ayah juga dikenal sebagai perawi hadits di Kufah yang dianggap mencapai derajat tsiqah (terpercaya) oleh para ahli hadits abad kedua dan ketiga hijriah seperti Yahya bin Ma’in, Abu Hatim, Imam Nasa’i, Ibnu Hibban dan lain-lain.

Kehebatan Imam Sufyan Ats-Tsauri dalam bidang hadits dan fiqih melambungkan namanya dalam dunia keilmuan Islam. Bahkan banyak sejarawan dan cendikiawan masa lalu yang menyejajarkan nama Ats-Tsauri dengan Ibnu Abbas di masa sahabat Nabi dan Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi pada generasi tabi’in. Imam Ahmad bin Hanbal menyebut Imam Ats-Tsauri sebagai faqih (ahli fiqih), ketika menyebut dirinya sendiri sebagai muhaddits (ahli hadits).

Sebagaimana Imam Malik yang disebut sebagai “tokohnya” Makkah dan Imam Abdurhman Al-Auza’i disebut sebagai “tokohnya” Syam, maka Imam Sufyan Ats-Tsauri adalah tokohnya Kufah. Bahkan para pecinta ilmu zaman itu, sebagaimana diceritakan dalam Ensiklopedi Hukum Islam, menilai Imam Sufyan lebih mendalam dari pada Imam Abu Hanifah dalam penguasaan ilmu fiqih dan mengetahui lebih banyak hadits dari pada Imam Malik.
Jumlah hadits yang diriwayatkan Imam Sufyan tak kurang dari 30.000 hadits. Diceritakan oleh Yahya bin Yaman bahwa ia telah meriwayatkan 20 ribuan hadits yang melalui Sufyan Ats-Tsauri.

Fatwa Berhari-hari
Dalam ranah fiqih, Imam Sufyan Ats-Tsauri terkenal dengan kemampuan berijtihadnya yang banyak mengandalkan logika dalam bentuk qiyas (analogi). Sayangnya karya-karya tulis Imam Ats-Tsauri dalam bidang fiqih tidak ada yang sampai ke tangan kita yang hidup di zaman modern ini. Namun demikian, pemikiran-pemikiran fiqhi Imam Sufyan secara terpisah masih bisa dijumpai dalam kitab-kitab fiqih empat madzhab.

Dalam berfatwa Imam Sufyan Ats-Tsauri dikenal sangat berhati-hati. Tak jarang seseorang yang datang kepadanya untuk meminta fatwa harus menunggu selama berhari-hari bila sang imam ragu atas salah satu hadits yang dihafalnya. Imam Sufyan akan meminta waktu untuk memeriksa semua catatan haditsnya untuk memastikan kebenaran dalil atas fatwa yang akan dikeluarkannya.

Berikut ini beberapa fatwa Imam Sufyan Ats-Tsauri yang tercatat dalam kitab fiqih madzhab Maliki Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd (nanti pengarangnya dicek lagi?) dan Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq :
“Air yang tergenang tanpa ada perubahan pada salah satu sifatnya (rupa, rasa dan bau) hukumnya masih suci dan menyucikan.” Pendapat ini sama dengan fatwa Imam Malik, Imam An-Nakha’i dan Imam Hasan Al-Bashri (ulama besar generasi tabi’in).

Fatwa lain Imam Sufyan, “Dalam keadaan dingin, berwudhu dengan mengusap sepatu sebagai pengganti membasuh kaki hukumnya sah.”
Ada juga fatwa, “Tidak diwajibkan meng-qadha puasa bagi mereka yang makan dan minum karena lupa atau dipaksa.”
Kemudian, “Tertib dalam berwudhu seperti yang tertera dalam ayat hukumnya sunnah, bukannya wajib.”

Fatwa lain, “Apabila ada faqih (ahli fiqih) dan qari (ahli membaca Al-Quran) dalam suatu jamaah, maka yang paling berhak menjadi imam shalat adalah qari.”
Lainnya, “Zakat harta seorang hamba sahaya menjadi tanggungan tuannya.”
Dan, “Kesaksian dari orang yang terkena had (hukuman) karena telah berbuat qadzaf (menuduh istri atau suami berbuat zina atau serong) tidak dapat diterima, walaupun ia sudah bertobat.”
Sampai abad kelima hijriah madzhab Sufyan Ats-Tsauri sempat berkembang hingga kawasan Asia Tengah. Diantara pengikutnya yang terkenal adalah Imam Abul Qasim Junaid Al-Baghdadi (wafat 289 H) dan Abu Shalih Hamdun bin Ahmad Al-Qassar An-Naisaburi.

Setelah abad kelima, tak ada lagi pengikutnya yang menjadi orang terkenal, sehingga perlahan madzhab ini pun mengalami penyusutan. Dan pengikut Madzhab Ats-Tsauri semakin habis saat empat madzhab yang muncul belakangan (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) mulai memasuki masa kejayaannya karena dukungan pemerintah dan penyebaran besar-besar yang dilakukan oleh ulama terkenalnya.

Imam Abu ‘Abdillah Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri Al-Hafizh lahir di Kufah pada tahun 97 H/715 M. Sejak kecil ia telah mulai mendalami berbagai disiplin ilmu dari kedua orang tuanya, terutama sang ayah yang terkenal sebagai muhaddits besar. Tak heran di usia remaja Sufyan telah menjadi muhaddits muda yang mengungguli rekan-rekan sebayanya.

Menolak Dijadikan Gubernur
Setelah tuntas belajar kepada sang ayah, untuk mengobati dahaga ilmiahnya yang menggelegak, Sufyan kemudian mengembara ke berbagai negeri seperti Makkah, Madinah, Baitul Maqdis, Basrah, Yaman dan Khurasan. Tak terhitung jumlah ulama yang telah didatanginya dalam pengembaraan.

Untuk memperdalam ilmu fiqih, misalnya, Sufyan kepada Imam Ja’far Shadiq. Sedangkan ilmu hadits ia peroleh dari puluhan ulama kalangan tabi’in yang termasyhur seperti Amr bin Dinar, Salamah bin Kuhail, Abu Sakhrah, Abu Ishak As’Sabi’i, Sulaiman bin Mihran Al-A’masyi, dan Al-Aswad bin Qais.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam pengembaraan dan setelahnya, Sufyan yang tak suka menggantungkan diri kepada orang lain itu memilih berdagang. Ia tidak suka menerima pemberian dari orang lain, sekalipun dari teman-temannya, terlebih lagi dari pejabat. Baginya pemberian pejabat negara adalah barang syubhat karena mengandung kemungkinan berasal dari harta negara.

Sebagaimana Imam Abu Hanifah yang terkenal kritis terhadap pemerintah Bani Abbasiyyah, Imam Sufyan Ats-Tsauri pun kerap melontarkan kritikan pedas terhadap khalifah kedua Dinasti Abbasiyyah, Ja’far Al-Manshur (137 – 159 H). Karena itu pula sepanjang masa pemerintahan Al-Manshur sang imam ditetapkan sebagai buronan yang selalu dikejar-kejar tentara kerajaan.
Pernah suatu ketika Sufyan Ats-Tsauri tertangkap oleh tentara Muhammad bin Ibrahim, gubernur Makkah. Namun karena kagum dengan kealimannya, sang Imam dibebaskan secara diam-diam.

Ketika Al-Mahdi menggantikan Al-Manshur menjadi khalifah, Imam Sufyan mendapat surat undang ke istana. Ternyata sang khalifah menganngkat Imam Ats-Tsauri menjadi gubernur Kufah. Surat itu ia terima, namun ketika melintas di atas sungai Tigris (Dajlah) di Irak, surat itu ia buang ke air sungai. Kemudian Sufyan melarikan diri ke Makkah lalu Basrah. Khalifah Al-Mahdi yang geram pun kemudian menetapkan sang imam sebagai buron pemerintah. Status buronan itupun terus melekat pada diri sang imam yang wara’ itu hingga akhir hayatnya pada tahun 161 H/778 M di kota Bashrah.

Selain teguh dalam bersikap dan menfatwakan kebenaran yang diyakininya, Imam Sufyan juga menjalani hidup zuhud dan sufistis dengan sangat ketat. Tak heran kaum sufi kemudian menyebutnya sebagai salah seorang waliyullah, manusia suci yang menjadi kekasih Allah Ta’ala.

Kesalehan Sufyan Ats-Tsauri seberanya telah nampak sejak masih berada di dalam kandungan ibunya. Dalam sebuah kisah yang termaktub di kitab-kitab riwayat kaum sufi diceritakan, suatu hari, ketika sedang berada di atas loteng rumahnya sang ibu yang sedang hamil tergoda untuk mengambil asinan milik tetangga yang sedang dijemur di atas atap dan memakannya. Tiba-tiba Sufyan yang masih berada di dalam perut ibunya itu menyepak dengan keras sekali, sampai sang ibu mengira ia mengalami keguguran.

Penyayang Burung
Anekdot-anekdot sufistis yang dinisbatkan kepada Sufyan Ats-Tsauri memang sangat banyak tersebar dalam literatur-literatur tasawwuf. Bisa dipercaya atau tidak, tetapi kisah-kisah itu merupakan bagian dari khazanah peradaban Islam. Selain yang kisah mengenai keajaiban Sufyan ketika masih dalam kandungan ada juga beberapa kisah berikut:

Pada suatu ketika Sufyan melakukan perjalanan menuju Makkah dengan diusung di atas tandu. Selama dalam perjalanan, Sufyan terus menangis. Salah seorang teman yang menyertainya bertanya, “Apakah engkau menangis karena takut akan dosa-dosamu?’
Sufyan mengulurkan tangannya dan mencabut beberapa helai jerami.

“Dosa-dosaku memang banyak, tetapi semua itu tidak lebih berarti daripada segenggam jerami ini. Yang membuatku takut, apakah imanku ini benar-benar iman atau bukan.”

Kisah lain, seperti kebanyakan sufi lain, Sufyan juga dikenal sangat menyayangi semua makhluk Allah. Suatu ketika saat berjalan di pasar, ia melihat seekor burung di dalam sangkar yang terus mengepakkan sayap dan mencicit-cicit. Merasaha kasihan, Sufyan lalu membeli burung itu dan melepaskannya. Konon, setiap malam setelah si burung selalu datang ke rumah Sufyan dan menemaninya saat sang sufi shalat.

Ketika Sufyan wafat dan mayatnya diusung ke pemakaman, burung itu terlihat terbang mengiringi jenazah sambil terus mencicit. Saat jasad Sufyan Ats-Tsauri diturunkan ke dalam tanah, si burung melompat masuk ke dalam liang lahat. Lalu terdengarlah suara, “Allah Yang Maha Besar telah memberi ampunan kepada Sufyan karena telah berbelas kasih kepada makhluk-makhluk-Nya.” Setelah burung itu tergeletak mati di sisi jenazah Sufyan. Wallahu A’lam

Ahmad Iftah Sidik, (Santri Asal Tangerang).

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *