Banyumas Pesantren-Tafsir Al-Maraghi: Tafsir Termasyhur dari Abad Dua Puluh

Kitab Tafsir ini sangat menarik sekaligus kontroversial, karena ditulis oleh ulama modern yang pemikirannya dianggap dekat dengan kaum mu’tazilah.

Ulasan tafsir-tafsir kontemporer ini ini akan dimulai dengan yang paling populer, yakni Tafsir Al-Maraghi karya ulama besar Universitas Al-Azhar Mesir, Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Tafsir yang terbagi dalam 10 Jilid itu diterbitkan untuk pertama kalinya oleh Maktabah al-Babi al-Halabi (Kairo) pada tahun 1369 H/1950 M atau dua tahun sebelum penyusunnya wafat.

Meski di kalangan penganut tafsir salaf dianggap kontroversial dan banyak ditinggalkan, Tafsir Al-Maraghi sangat digemari oleh para pelajar yang mengkaji tafsir di bangku perguruan tinggi. Gaya penafsirannya dianggap modern, yakni berusaha menggabungkan berbagai madzhab penafsiran, terutama metode tafsir bil ma’tsur (berdasarkan hadits) dan tafsir bir ra’yi (berdasarkan logika), yang belakangan mengundang kontroversi.

Kelompok yang membela Al-Maraghi mengatakan, penafsiran sang Syaikh yang bersumber dari periwayatan –meski banyak yang disebutkan sumbernya– relatif terpelihara dari riwayat yang lemah dan susah diterima akal atau tidak didukung oleh bukti-bukti secara ilmiah. Pernyataan itu mengacu kepada ucapan Al-Maraghi dalam muqaddimah kitab tafsir itu, “Maka dari itu kami tidak perlu menghadirkan riwayat-riwayat kecuali riwayat tersebut dapat diterima dan dibenarkan oleh ilmu pengetahuan. Dan, kami tidak melihat di sana hal-hal yang menyimpang dari permasalahan agama yang tidak diperselisihkan lagi oleh para ahli.”

“Menurut kami, yang demikian itu lebih selamat untuk menafsirkan kitabullah serta lebih menarik hati orang-orang yang berkebudayaan ilmiah yang tidak bisa puas kecuali dengan bukti-bukti dan dalil-dalil, serta cahaya pengetahuan yang benar,” tambahnya
Para pembelanya yang lain juga berargumen, dalam konteks modern, penulisan tafsir dengan melibatkan dua sumber penafsiran tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, sungguh tidak mungkin menyusun tafsir dengan hanya mengandalkan riwayat semata. Selain karena jumlah riwayat yang sangat terbatas juga karena kasus-kasus yang muncul membutuhkan penjelasan yang semakin komprehensif. Sebaliknya, melakukan penafsiran dengan mengandalkan akal semata juga tidak mungkin, karena dikhawatirkan rentan akan penyimpangan-penyimpangan, sehingga tafsir itu justru tidak dapat diterima.

Unsur Baru
Selain dalam hal menggabungkan beberapa metode, melalui kitab tafsirnya tersebut Al-Maraghi juga mengembangkan salah satu unsur penafsiran baru, yakni memisahkan antara penjelasan global (ijmali) dan penjelasan rincian (tahlili).

Karena disusun di Mesir, pemikiran Al-Maraghi juga tidak lepas dari pengaruh dua ulama besar Al-Azhar, Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, yang tidak lain guru-gurunya. Banyak ahli tafsir yang melihat percikan-percikan Tafsir Al-Manar yang disusun oleh dua ulama besar awal abad dua puluh tersebut dalam Tafsir Al-Maraghi, terutama dari sisi modernitas pemikirannya.

Berbeda dengan tafsir salaf yang sistematika penulisannya relatif sederhana, meski pembahasannya sangat mendalam, Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyusun tafsirnya dengan sistematika yang lebih bercorak.

Dimulai dengan menyebutkan satu, dua, atau sekelompok ayat yang akan ditafsirkan, yang pengelompokannya berdasarkan kesatuan pokok bahasan. Meski dikelompokkan namun urutan ayat dan surahnya tetap seperti biasa, yakni mulai dari surah al-Fātihah sampai surah an-Nās.
Disusul kemudian dengan penjelasan kosa kata (syarh al-mufradāt) yang secara umum dianggap sukar, lalu uraian pengertian global ayat (ma’na al-Ijmali). Setelah diajak memahami maksupd ayat secara umum, pembaca lalu disuguhi penafsiran yang lebih rinci dan luas. Pengertian ijmali tersebut merupakan hal baru dalam dunia tafsir, yang belum pernah dilakukan oleh mufassir lain sebelumnya.

Bagian terakhir dari tafsir Al-Maraghi adalah penjelasan (al-Idhah) secara terperinci dan luas alias tahlili, termasuk menyebutkan asbāb an-Nuzūl jika ada dan dianggap shahih menurut standar atau kriteria keshahihan riwayat para ulama. Meski bercorak modern, penjelasan Al-Maraghi selalu berusaha menghindari uraian yang bertele-tele (al-ithnāb) dan istilah serta teori ilmu pengetahuan yang sukar dipahami.

Dengan pola yang demikian sistematis, wajar jika banyak yang mengatakan, kitab tafsir ini mudah dipahami dan enak dicerna, sesuai dengan kebutuhan masyarakat kelas menengah dalam memahami Al-Qur’an, serta relevan dengan problematika yang muncul pada masa kontemporer.

Tafsir al-Maraghi diterbitkan pertama kali pada tahun 1951 di Kairo. Pada terbitan pertama ini, tafsir al-Maraghi dibagi menjadi 30 jilid. Namun pada penerbitan-penerbiat berikutnya penyusunananya dirampingkan menjadi 10 jilid saja. Satu ketika pernah juga Tafsir Al-Maraghi diterbitkan ke dalam 15 Jilid atau dua juz perjilid.

Al-Marâghy adalah salah seorang pentolan Madrasah Ishlâhiyyah, sebuah perguruan yang dimata kaum Wahabi dan Salafi dianggap lebih mengagungkan logika dan sangat terpengaruh oleh pandangan Muhammad ‘Abduh, dengan dengan pola pikir kaum Mu’tazilah. Karena basis pendidikannya itulah Al-Maraghi dan tafsirnya dianggap kontroversial.

Bagian paling kontroversial dalam Al-Maraghi antara lain, pernyataan bahwa kisah maskh atau azab yang merubah muka bani Israil menjadi rupa monyet dalam Al-Quran bukan kejadian sungguhan, melainkan hanya simbol saja. Al-Maraghi juga mengatakan bahwa Adam bukanlah bapak manusia (juz I/ halaman 77) dan Hawwa` tidak diciptakan dari tulang rusuknya (juz I/ halaman 93). Ia mengatakan, “Sesungguhnya kajian ilmiah dan historis tidak dapat menguatkan bahwa Adam adalah Abu al-Basyar (bapak manusia).” (IV/177;I/95)

Menghindari Israiliyyat
Al-Maraghi sengaja mengelak dari menyinggung masalah Isra`iliyyat. Mengenai Ahli Kitab, ia mengatakan, “Sesungguhnya mereka itu membawa kepada kaum Muslimin pendapat-pendapat di dalam kitab mereka berupa tafsiran yang tidak diterima akal, dinafikan oleh agama dan tidak dibenarkan oleh realita serta sangat jauh dari hal yang dapat dibuktikan oleh ilmu pada abad-abad setelahnya.

Syaikh Ahmad Musthafa bin Muhammad bin Abdul Mun’im al-Maraghi lahir di kota Marāghah, sebuah kota kabupaten di tepi barat sungai Nil, sekitar 70 km sebelah selatan kota Kairo, pada tahun 1300 H/1883 M. Ia wafat 69 tahun kemudian (1371 H/1952 M) di Hilwan, sebuah kota kecil di sebelah selatan kota Kairo.

Ayahnya yang hakim mempunyai 8 orang anak, yang lima di antaranya laki-laki, yaitu Muhammad Musthafa al-Maraghi, Ahmad Musthafa al-Maraghi, Abdul Aziz al-Maraghi, Abdullah Musthafa al-Maraghi, dan Abdul Wafa’ Mustafa al-Maraghi. Karena nama-nama yang mirip tersebut, tak jarang orang salah mengira tentang penulis tafsir al-Maraghi yang sebenarnya. Kebetulan beberapa saudara Ahmad Musthafa juga ahli tafsir, bahkan Muhammad Musthafa sempat menulis tafsir beberapa surah dalam Al-Quran.

Sejak kecil Ahmad Musthfa tumbuh dalam nuansa keilmuan yang kental. Pendidikan dasarnya ia tempuh pada sebuah Madrasah di desanya, tempat di mana ia mempelajari al-Qur’an, memperbaiki bacaan, dan menghafal ayat-ayatnya. Saat usianya menginjak 13 tahun ia sudah selesai menghafal seluruh ayat al-Qur’an dengan tajwid yang baik dan menguasai dasar-dasar ilmu agama yang lain.

Setelah menamatkan pendidikan dasarnya tahun 1314 H/1897 M, al-Maraghi melanjutkan pendidikannya ke Al-Azhar di Kairo. Tak puas hanya belajar di satu tempat ia juga mengikuti kuliah di Universitas Darul ‘Ulum Kairo. Hebatnya, kuliah Al-Maraghi di dua perguruan tinggi bergengsi itu diselesaikan pada tahun yang sama, 1909 M.

Di dua kampus kebanggan warga Mesir itu ia mendapat bimbingan langsung dari ulam besar masa itu seperti Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Muhammad Bukhait al-Muthi’i, Ahmad Rifa’i al-Fayumi, dan lain-lain. Mereka yang kemudian mewarnai inteletualitas ulama yang menguasai hampir seluruh cabang ilmu agama tersebut.

Setelah menamatkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar dan Darul ‘Ulum, Al-Maraghi lalu mengabdi sebagai guru di beberapa madrasah. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat sebagai Direktur Madrasah Mu’allimin di Fayum, sebuah kota setingkat kabupaten yang terletak 300 km sebelah barat daya Kairo. Dan, pada tahun 1916, ia diutus almamaternya untuk menjadi dosen di fakultas filial (kelas jauh) Universitas Al-Azhar di Khourthum, Sudan, selama empat tahun.

Pada tahun 1920, setelah tugasnya di Sudan berakhir, ia kembali ke Mesir dan langsung diangkat sebagai dosen Bahasa Arab di Universitas Darul ‘Ulum serta dosen Ilmu Balaghah dan Kebudayaan pada Fakultas Bahasa Arab di Universitas Al-Azhar. Pada saat yang bersamaan, ia juga mengajar di beberapa madrasah di Kairo dan memimpin Madrasah Utsman Basya di kota yang sama. Karena jasanya di salah satu madrasah tersebut, pada tahun 1361 H, Raja Mesir Al-farouq menganugerahinya sebuah penghargaan.

Ketika kembali ke Mesir, Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi tinggal di daerah Hilwan, sebuah kota satelit yang terletak sekitar 25 km selatan Kairo, sampai akhir hayatnya. Belakangan, untuk mengenang jasa dan pengabdiannya, nama Al-Maraghi diabadikan sebagai nama salah satu jalan di kota Hilwan.

Tafsir Al-Maraghi sendiri ditulis di masa tua sang syaikh. Setiap dinihari (pukul 03.00) selama sepuluh tahun (1940-1950), seusai merampungkan ibadah malamnya, Syaikh Ahmad Musthafa mulai menulis. Setelah jeda sejenak untuk shalat Subuh dan membaca wirid ,a melanjutkan kembali penulisan tafsirnya sampai tiba waktu berangkat ke kampus untuk mengajar. Sepulang kerja Syaikh Ahmad melanjutkan tulisannya hingga jauh malam.

Selain Tafsīr Al-Marāghi yang sangat termasyhur ia juga menulis beberapa kitab lain yang juga tak kalah berbobot seperti Al-Hisbat fi al-Islâm, Al-Wajîz fi Ushûl al-Fiqh, ‘Ulûm al-Balâghah, Muqaddimat at-Tafsîr, Buhûts wa Ārâ’ fi Funûn al-Balâghah dan Ad-Diyânat wa al-Akhlâq.

Ahmad Iftah Sidik (Santri Asal Tangerang)

Similar Posts

One Comment

  1. Useful blog website, keep me personally through searching it, I am seriously interested to find out another recommendation of it.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *