Suara Merdeka, Online– Ada empat keterampilan berbahasa (language skill) yang ingin dicapai melalui pengajaran bahasa di lembaga pendidikan formal, yakni keterampilan membaca, berbicara, mendengar, dan menulis.
Dalam konteks ini, istilah menulis sering disebut mengarang. Sayang, ia kerap dipersepsi sebagai menulis hal non-faktual: asal ngarang!
Boleh dikata, ”mengarang” hampir tak pernah diberikan secara proporsional di bangku sekolah formal. Sangat jarang Pelajaran Mengarang yang diberikan secara ”terpandu”. Sebaliknya, yang banyak dijumpai adalah ”instruksi” atau ”perintah”: Buatlah karangan dengan tema anu! Buatlah tulisan dengan topik ini! Dan seterusnya.
Hingga kini penulis belum menjumpai satu pun buku berbahasa Indonesia yang dirancang khusus untuk memandu-tuntun siswa dalam merangkai kalimat.
Di sisi lain, minimnya kompetensi guru dalam hal menulis menyebabkan mereka kurang biasa berimprovisasi di kelas.
Untuk memberi gambaran tentang karangan terpandu, penulis sajikan sekadar contoh sebagai berikut.
”Adam adalah manusia pertama. Allah SWT menciptakannya dari tanah. Pada mulanya, ia tinggal seorang diri di surga. Ketika Adam tertidur, Allah mencipta seorang wanita dari tulang rusuknya. Siti Hawa namanya. Sejak saat itu, Adam punya teman hidup di surga.”
Model karangan di atas bisa dibuat secara mudah oleh siswa, asalkan guru mau memberi panduan.
Setelah bercerita tentang Nabi Adam, misalnya, guru membuat pertanyaan: (1) Siapakah manusia pertama yang diciptakan Allah? (2) Dari apa ia diciptakan? (3) Pada mulanya, dengan siapa Adam tinggal di surga? (4) Ketika Adam tertidur, Allah menciptakan apa dari tulang rusuknya? (5) Siapa nama wanita itu? (6) Sejak kapan Adam punya teman di surga?
Karangan terpandu di atas dapat dikembangkan menjadi karangan terpadu oleh tiga guru berbeda sekaligus (pengajar Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris). Berkat panduan guru, tak aneh jika siswa bisa menulis dalam Bahasa Inggris:
”Adam is the first human being. Allah created him from clay. Once, Adam stayed alone in paradise. When he fell asleep, Allah created a woman from his rib. She was Siti Hawa. Since then, Adam had a friend in paradise.”
Karangan di atas adalah jawaban atas pertanyaan terkait. Dengan membuang nomor dan menuliskannya secara berurutan, jadilah sebuah paragraf alias karangan pendek. Ternyata, sebuah panduan-praktik lebih baik ketimbang seribu teori, bukan? (45)
—Akhmad Saefudin SS ME, guru penulisan kreatif di Ma’had Ath-Thohiriyyah Purwokerto